Selasa, 25 Juni 2013

Persekutuan Dalam Perjanjian Lama



Perjanjian Lama adalah kesaksian iman umat Israel akan penyataan karya dan tindakan Allah kepada mereka dan dunia.
Robert Davidson mengatakan:
Perjanjian Lama ternyata lebih tertarik untuk menguraikan apa yang telah diperbuat Allah daripada mendefenisikan Allah. Di dalamnya kita membaca  mengenai perjumpaan dengan Allah yang dinamis, hidup dan aktif lebih daripada masalah bagaimana memahami secara benar suatu keberadaan yag tak terbatas dan kekal.[1]

Dalam hal ini, penyataan diri Allah menjadi sesuatu yang nyata dan bukan lagi sekedar menjelaskan kesiapaan Allah. Oleh karena itu, kesaksian iman yang digambarkan di dalam Perjanjian Lama menjadi kesaksian akan Allah yang menyatakan diri-Nya melalui tindakan dan karya-Nya kepada dunia. Dengan demikian, Allah yang menyatakan diri-Nya kepada umat Perjanjian Lama adalah Allah yang diimani sebagai Pencipta segala sesuatu (Kej.1:1-31 & Kej 2: 1-7).
            Penciptaan adalah karya penyataan Allah di mana Ia membuat sesuatu yang berlainan dengan diri-Nya. Namun bukan berarti bahwa Allah melepaskan diri dari apa yang telah Ia ciptakan itu. Allah setia terhadap ciptaan-Nya. Hal ini dapat dilihat dalam puncak penciptaan yang berujung pada Sabat, sebagai wadah persekutuan seluruh ciptaan memuji dan memuliakan Allah. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa anugerah Allah di dalam kesetiaan dan kasih-Nyalah, Allah menciptakan segala sesuatu. Hal ini berarti Allah menciptakan segala sesuatu-Nya adalah demi kemuliaan-Nya semata. Hal inilah yang pertama dan yang terutama. Sebagaimana William Dyrness berpandangan bahwa Allah berniat agar tujuan-Nya tercapai di dalam penciptaan, yaitu untuk menyatakan kemuliaan-Nya (Yes. 6:3, Mzm. 19).[2]
            Dalam penyataan diri-Nya, Allah memilih satu umat yang dalam Perjanjian Lama dikenal dengan umat Israel. Dalam pemilihan itu, Allah mengikatkan diri kepada mereka. Dalam hal ini, pemilihan yang dilakukan Allah bukanlah didasarkan pada keistimewaan umat itu, namun hanya karena anugerah Allah semata (Ul. 7:7-8). Dalam pemilihan Allah, Allah mengikat diri-Nya dalam suatu perjanjian. Perjanjian Allah dengan umat Israel adalah perjanjian hanya karena anugerah Allah semata. “Aku akan menjadi Allahmu dan engkau akan menjadi umat-Ku” (Ul. 26:17, Im. 26:12). Hal ini menyatakan bahwa manusia menjadi partner Allah di dalam perjanjian-Nya.
            Istilah partner sebagaimana dikatakan di atas, perlu dipandang dalam tindakan inisiatif Allah. Atau dengan kata lain sebagaimana Wismoady Wahono mengatakan bahwa hubungan perjanjian itu berakar dan bermula pada prakarsa serta penyataan diri Allah sendiri.[3] Oleh karena itu, sama halnya dengan pemilihan Allah dalam kasih karunia-Nya, maka demikian pulalah Allah mengikat perjanjian di dalam kasih karunia-Nya. Ikatan perjanjian Allah dengan Israel menciptakan suatu persekutuan antara Allah dan manusia dan hal inilah yang menjadi terang atas ikatan persekutuan yang ada dalam Israel itu sendiri sebagai suatu bangsa.
            Melalui ikatan persekutuan antara Allah dan Israel, maka istilah perjanjian bukan lagi sesuatu yang abstrak bagi manusia. Israel adalah kenyataan ikatan perjanjian itu. Dengan demikian kesaksian akan keberadaan Israel menjadi sangat penting untuk menyatakan bahwa Allah, di dalam penyataan diri-Nya, masuk ke dalam keseluruhan aspek kehidupan Israel. Aspek kehidupan itu meliputi kehidupan  sosial, budaya, ekonomi, politik dan ideologi.
            Dalam kesaksian penyataan Allah kepada Abraham dan berlanjut kepada keturunannya Israel, maka Allah memasuki kenyataan sosial persekutuan manusia. Dengan demikian persekutuan sosial yang ada di dalam Israel tidak bisa dilepaskan dari pengalaman iman akan kesaksian penyataan Allah. Namun bukan berarti bahwa pengalaman itulah yang terutama, melainkan penyataan Allahlah yang terutama mempersatukan mereka. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa persekutuan sosial dalam Israel terbentuk di dalam kesadaran mereka akan karya Allah di dalam kehidupan mereka.[4]
            Oleh karena Allah dalam sejarah kesaksian kedatangan-Nya kini memilih dan mengikatkan perjanjian dengan Israel, maka dengan demikian Allah juga telah memilih dan masuk ke dalam kenyataan persekutuan Israel. Hal ini mengisyaratkan bahwa perwujudan tindakan Allah memasuki proses sosial yang terjadi di dalam Israel. Lebih jauh lagi proses sosial yang terjadi dalam kehidupan Israel itu tidak dapat dipisahkan dari komunitas terkecil dari umat itu sendiri, mis: suku, kelompok, keluarga dan bahkan individu. Dengan kata lain, Allah masuk ke dalam ikatan koinonia[5] Israel.
Hubungan Allah dan Israel tidaklah berakhir di dalam hubungan itu sendiri, dalam artian demi satu umat di antara semua umat yang ada di dunia ini, dan bahkan seluruh ciptaan yang ada. Hubungan itu adalah kesaksian bagi seluruh dunia betapa Allah mengasihi ciptaan-Nya sebagaimana Allah mengasihi Israel. Dengan demikian hal ini mengisyaratkan bahwa Israel adalah alat kesaksian Allah kepada seluruh dunia. Meminjam dari istilah H. H. Rowley, bahwa pemilihan Israel adalah demi pelayanan, baik pelayanan di antara sesama mereka sebagai umat Allah maupun pelayanan terhadap seluruh bangsa-bangsa. Hal inilah yang senantiasa ditekankan di dalam perjanjian Allah dengan Abraham, Ishak, Yakub yang diberitakan oleh Musa, dan ditegaskan kepada Daud serta diingatkan terus oleh para nabi. Hingga akhirnya di dalam penyataan-Nya yang sungguh sempurna melalui Yesus Kristus. Di dalam Yesus Kristus, aktualitas penyataan Allah kepada manusia menjadi sungguh-sungguh nyata. Kehidupan Yesus Kristus menggambarkan bahwa Allah kini masuk ke dalam persekutuan manusia. Allah hadir di dalam proses sosial yang terjadi dalam kehidupan umat-Nya Israel. Yesus Kristus di dalam karya dan kehidupan-Nya, menunjukkan bahwa persekutuan itu nyata dan dengan demikian juga menunjukkan bahwa Allah juga menginginkan persekutuan sosial yang ada dalam manusia kini adalah demi pemberitaan akan kerajaan Allah. 


[1] Robert Davidson, Alkitab Berbicara, (Jakarta: BPK - Gunung Mulia, 1987), hlm. 22
[2] William Dyrness, Tema-Tema Teologi Dalam Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2004), hlm. 51
[3] Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, (Jakarta: BPK - Gunung Mulia, 2002), hlm. 97
[4] Ibid, hlm. 75-76: di dalam menjelaskan tentang sejarah Israel sebagai sejarah persekutuan di  antara suku-suku yang mempunyai pengalaman terhadap Allah yang sama maka Wismoady Wahono berpendapat bahwa yang terutama bukanlah hendak mengungkapkan peristiwa penyatuan suku-suku itu sendiri, namun pertama-tama dan yang terutama adalah hendak mengungkapkan, bahwa Allah sangat memperhatikan manusia sehingga Ia bertindak terus menerus untuk menyelamatkan manusia.
[5] Hauck, “κοινωνια”, dalam Theological Dictionary Of The New Testament Vol. III, disunting Gerhard Kittel, diterjemahkan Geoffrey W. Bromiley, (Grand Rapids, Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1965), hlm. 800-801: di dalam Perjanjian Lama, kata “koinonia” disebut dengan חבר (khavar) yang artinya mengumpulkan, mengikat, “to deposit”, “to bind” (Mal. 2:14; Yes. 44:11). Selain itu חבר juga diartikan “untuk menjadi satu” (bnd. Kel. 26:6). Makna kata חבר itu kemudian dijumpai dalam arti “usaha bersama”, “persatuan untuk kepentingan bersama” dan “kepentingan untuk mencapai tujuan bersama”.

Senin, 18 Februari 2013

Artikel Kaum Pemuda



A.    Kaum Pemuda Dari Sudut Psikologi
Kaum muda secara fisik dan psikologi berada dalam keragu-raguan. Sebab, mereka dalam tahap transisi dari remaja menuju dewasa. Masa ini disebut masa “Akil balig”, dalam bahasa latin disebut dengan “adolesensia”, atau dalam bahasa inggris disebut “youth”. Namun yang jelasnya, istilah ini sama-sama menunjuk pada suatu masa yang harus dialami seseorang pada umur 17-30 tahun. Pada masa ini, akan terlihat perubahan-perubahan dalam diri seseorang yang berhubungan dengan aspek-aspek kejiwaan, dimana seorang kaum muda itu mulai berpikir untuk menentukan masa depannya, hubungannya dengan lingkungan dan juga moral sehari-hari termasuk di dalamnya masalah kepercayaan dan agama.
Apabila dilihat dari segi perkembangannya, bahwa masa muda itu adalah suatu fase perubahan dalam siklus kehidupan, dimana akan terjadi perubahan fisik, biologis, maupun kejiwaan. Singgih Gunarsa mengemukakan bahwa masa persiapan fisik atau tubuh pemuda mengalami proses pematangan badani baik luar maupun dalam, dan mereka yang berada pada masa persiapan ini, harus memusatkan perhatian terhadap apa yang terjadi didalam dirinya. Pada umumnya, apabila mereka telah mampu melalui masa ini, maka mereka telah memperoleh kembali keseimbangannya. Tubuh sudah mencapai kematangan dan sudah dapat berfungsi sebagai penerus keturunan. Dengan arti kematangan fisik memungkinkan awal pertumbuhan generasi baru, yakni kemungkinan memperoleh anak. Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kaum muda mengalami berbagai pertumbuhan, baik didalam kejiwaan, tubuh maupun kerohanian atau spiritualiatas.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Homgrighousen dalam bukunya “Pendidikan Agama Kristen”, dikatakan bahwa masa muda merupakan masa peralihan dalam hidupnya, mereka bukan anak-anak lagi dan juga belum masuk dalam usia dewasa. Namun secara badani kaum muda mengalami pertumbuhan dan perkembangan anggota-anggota tubuh yang terlihat nyata bagi semua orang. Ia juga mengungkapkan bahwa kaum muda bersifat dinamis, dan mau berjuang untuk mewujudkan cita-citanya.
Selanjutnya, Singgih Ganuarsa mengemukakan bahwa seseorang termasuk atau disebut kaum muda yaitu apabila ia sudah berumur 18-30 tahun. Ia juga mengemukakan beberapa ciri-ciri perkembangan Kaum muda dilihat dari tugas perkembangannya yaitu:
1.      Mampu menerima fisiknya
2.      Memperoleh kebebasan emosional. Artinya, ia mampu mengungkapkan pendapat dan perasaannya dengan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan.
3.      Mampu bergaul. Artinya, kaum mudah sudah mampu menempatkan diri dalam situasi apapun, baik dengan orang yang sudah tua, pemuda sebayanya, dan juga kepada anak-anak. Dengan kata lain ia mampu menyesuaikan dalam memperlihatkan kemampuan bersosialisasi dengan norma yang ada.
4.      Menemukan model atau identifikasi. Artinya menjadikan seseorang tokoh sebagi contoh bagi dirinya. Apa yang berkenan baik bagi dirinya ataupun di hatinya tentang sikap dan tindakan tokoh tersebut akan ditiru.1

B.     TINGKAT PERKEMBANGAN SPIRITUALITAS PEMUDA
Tokoh psikologi pelopor dari perkembangan moral ini adalah Kohlberg, moral artinya tingkah laku yang menilai apa yang baik dan yang buruk, benar dan salah. Namun moral yang dimaksudkan Kohlberg bukanlah sebagai penilaian buruk, benar, salah melainkan bagaimana orang menyusun argumentasi moralnya yang menunjukkan tahap-tahap kematangan seseorang. Itulah sebabnya, perkembangan moral merupakan factor penting di dalam perkembangan spiritualitas kaum pemuda. Berikut dibawah ini akan dipaparkan secara ringkas tiga rahap perkembangan moral manusia.
a.       Tahap pre-konvensional
Tahap ini disebut juga dengan tahap ketaatan dan hukuman. Artinya, sesuatu tindakan menurut aturan dianggap baik, jika tidak menimbulkan kesakitan.
b.      Tahap konvensional
Pada tahap konvensional ini, anak akan semakin sadar akan tuntutan pihak luar seperti keluarga, masyarakat, dan juga pemerintah. Kesadaran akan adanya orang lain yang mendorong mereka menyesuaikan diri dengan orang-orang disekitarnya.
c.       Tahap pasca-konvensional
Seseorang yang telah mencapai puncak ini, mulai menghargai nilai-nilai yang ada. Pada tahap ini prinsip moral seorang berpusat pada nilai-nilai yang lebih tinggi.
Dari penjelasan yang dikemukan oleh Kohlberg di atas kami mencatat bahwa kaum pemuda lebih menyukai tingkat tertinggi yakni pasca konvensional. Ia juga mengemukakan bahwa salah satu cara yang bisa menuntun perkembangan moral kea rah yang lebih tinggi ialah melalui interaksi sosialnya yaitu interaksi antara kaum muda dengan lingkungannya. Berbekal dari semua itu kami menyimpulkan bahwa perkembangan spiritualitas kaum muda dalam konteks teori perkembangan moral dapat dapat dituliskan di bawah ini yakni:
1.      Kaum muda mempunyai perbedaan moral yang besar untuk memahami nilai-nilai kristiani. Tingkat perkembangan inilah yang membantu mereka untuk memandang masalah-masalah pribadi dan situasi hidup secara kristiani.
2.      Perkembangan kaum muda secara bertahap. Demikianlah mereka secara bertahap tumbuh untuk mengerti dan memahami nilai-nilai yang dianut, dan juga berkembang secara bertahap tanpa menghilangkan atau mengurangi nilai kekristenan.
1. Singgih Gunarsa, Psikologi Pemuda dan Keluarga (Jakarta: BPK GM, 2002), hlm 126

3.      Dengan semakin berkembangnya moral mereka, kaum pemuda juga penting untuk mendiskusikan nilai-nilai atau pokok Kristen yang baik, sebagai moral mereka untuk diperhadapkan pada tugas-tugas dan perkembangan zaman.
Selain perkembangan moral yang telah dipaparkan di atas, perkembangan iman kaum muda juga sangat penting untuk diteliti. Atmadja Hadinoto mengemukan beberapa tahap-tahap perkembangan iman yakni:
1.      Tahap iman umur 18-23 tahun
Ciri-ciri yang tampak pada tahap ini adalah bahwa kaum muda itu sudah mampu membangun pelayanannya sendiri.
2.      Tahap iman 23-28 tahun
Tahap ini merupakan tahap moderat, tidak emosional. Artinya individu seseorang muncul sebagai pribadi yang bertanggung-jawab.
3.      Tahap iman 28-35 tahun
Pada tahap ini seseorang telah berpikir positif, ia tidak mau lagi berperang karena agama maupun dogma.
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa perkembangan iman seseorang dapat dilihat dari tingkahlakunya sesuai dengan kelompok yang mereka masuki.2

C.    IDENTIFIKASI DAN MASALAH-MASALAH KAUM MUDA
            Perkembangan zaman pada saat ini sangat mempengaruhi cara berpikir, menganalisa dan cara menganalisa dan cara mengambil keputusan  dari setiap manusia. Perkembangan zaman ini tidak hanya dirasakan oleh manusia tetapi juga gereja, gereja yang mampu menerima perkembangan ini secara positif akan mempercepat pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya dengan munculnya berbagai macam alat musik akan menambah semangat jemaat untuk beribadah. Namun disamping membawa pengaruh positif, perkembangan zaman juga membawa pengaruh negatif, secara khusus bagi kaum muda yang sangat rentan kepada hal-hal yang baru. Pergaulan bebas yang  disaksikan langsung oleh kaum pemuda akibat dari perkembangan zaman akan menimbulkan kemerosotan terhadap nilai-nilai budaya, dan munculnya aliran-aliran kepercayaan lain membuat kaum muda terombang-ambing akan apa yang harus diyakininya. Dan suatu hal yang paling penting dari pengaruh perkembangan ini adalah rasa persaudaraan yang sudah menurun. Mereka lebih mementingkan diri sendiri atau bersifat egois. Perkembangan pola pikir, kemampuan manusia, serta atas dukungan  alat-alat canggih, inilah secara terus menerus megubah dan mempengaruhi perilaku dan tindakan kaum pemuda yang rentan terhadap hal-hal baru.
2. N.K. Atmadja Hadinoto, Dialog dan Edukasi (Jakarta: BPK GM, 2001), hlm 234
Selain itu perkembangan zaman yang mempengaruhi kaum muda, kesibukan-kesibukan orangtua juga menjadi faktor yang penting dalam kepribadian kaum muda. Orangtua yang selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yang tidak mampu membagi waktunya untuk berkumpul bersama anak-anaknya untuk memberikan bimbingan dan arahan, menjadi factor utama dalam kehidupan kaum muda. Namun tidak semua orangtua yang sibuk dengan pekerjaannya tetapi mampu membagi waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan, dan mereka akan bertumbuh menjadi anak yang baik.
Kehidupan kaum muda terpengaruh dalam hal-hal yang tidak baik, seperti yang telah dipaparkan diatas, apabila orangtua tidak mampu memberikan yang terbaik tentang apa yang harus dilakukan oleh kaum muda dalam hidupnya, maka ia akan cenderung terjerumus kedunia morfinis, ganjais, suka keluyuran malam, pergaulan bebas yang berdampak pada penularan HIV/AIDS yang paling banyak menimpa kaum muda, serta sensitive dalam melakukan pekerjaan yang kurang baik. Inilah pengaruh dan perkembangan zaman itu.
Selain dari hal-hal di atas, perilaku yang ditunjukkan oleh kaum muda karena telah dikuasai oleh perkembangan zaman adalah mereka sulit untuk datang kegereja untuk beribadah. Bahkan sebahagian dari mereka sering menjadikan hari minggu untuk hari santai, hari untuk bertemu dengan temen-temennya, mereka lupa akan kebutuhan rohaninya.3

D.    MENUMBUHKAN SPIRITUALITAS KAUM PEMUDA
Secara harafia, istilah spiritualistas bersal dari kata yang sederhana, yaitu dari kata spirit yang artinya semangat. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, istilah spiritualitas tidak jauh beda dengan apa yang dipaparkan diatas, yaitu menyangkut eksistensi manusia itu secara utuh baik secara rohani maupun jasmani. Ditinjau dari asal usul katanya, kata spiritual ini berasal dari bahasa latin yaitu dari kata spritus yang artinya embusan angin, aliran uadara, nafas, hawa yang diisap, nafas hidup, jiwa hidup, roh dan hal-hal kerohanian dalam diri. Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa spiritualitas tidak hanya mengarah kepada hal-hal rohani saja, tetapi mencakup seluruh kehidupan yang utuh.4
Istilah spiritual dalam Alkitab Perjanjian Lama dapat diartikan sebagai roh, nafas, udara, angin, nafas hidup, jiwa dan semangat dalam hubungan yang erat dengan Tuhan, dan ini dapat dibuktikan dalam kesaksian Alkitab, dimana di dalam Alkitab istilah spiritualtas ini erat kaitannya dengan roh.

3. E.G. Homgrighausen, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK GM, 2005), hlm 144

Roh dalam bahasa latin disebut sebagai “Ruakh”. Roh yang dimaksud adalah roh Allah itu sendiri, hal ini namapak alam penciptaan langit dan bumi, dapat dibuktikan dalam kej 1:2, dikatakan: “Bumi belum berbentuk dan kosong, gelap gulita menyelimuti samudera, dan roh Allah melayang-layang diatas permukaan Air. Pada umumnya inti spiritualitas dalam Perjanjian Baru berpusat pada Yesus Kristus atau yang disebut dengan Kristosentris.5
Dalam perjanjian Baru, istilah spiritualitas berkaitan erat dengan pengertian peneumaukos yang artinya manusia rohani, berasal dari bahasa Yunani pneuma yang artinya Roh. Dengan kata lain orang yang hidup didalam roh yang dimaksud adalah Roh Allah. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa spiritualitas itu adalah hubungan pribadi seorang yang percaya kepada Yesus Kristus dan diwujudnyatakan dalam sikap dan perbuatan, karena spiritualitas menyangkut iman dan kepercayaan seseorang terhadap apa yang ia terima dan rasakan. Dalam hal ini, akan ditunjukkan di dalam kehidupan sehari-hari seperti mengucap syukur dan lebih mendekatkan diri kepada pencipta-Nya.
Dengan adanya spiritual yang teguh dan jelas maka dengan sendirinya seorang itu akan mampu melakukan pekerjaannya sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah, mampu melawan perbuatan-perbuatan daging sehingga yang terpancar di dalam dirinya ialah buah-buah roh (Gal 5:22)
Telah dipaparkan di atas bahwa Spiritualitas Itu menunjang seseorang untuk berprilaku baik sesuai dengan dengan kehendak Tuhan. Maka dari itu spiritualitas harus tertanam dalam diri manusia terutama terhadap kaum Muda. Spiritulitas mebangun sikap yang saling ketergantungan. Artinya, manusia diciptakan dengan maksud  supaya hidup bersama, karena tidak seorangpun yang dapat hidup sendiri, dia selalu membutuhkan orang lain. Spiritualitas juga membangun sikap kritis. Artinya, orang spiritual harus senantiasa merenungkan hubungannya dengan Tuhan, meninjau, mengkritisi dan menyebarkannya. Orang yang hidup spiritual adalah orang yang visioner dan pemberani, teguh dan setia. Hal ini sangat perlu untuk melawan hal-hal yang merusak kehidupan.6
Dalam pelayanannya, gereja mempunyai tugas dan tanggungjawab yang berat dan besar, seperti yang telah ditugaskan oleh Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya. Didalam Matius 28:19-20 dikatakan: Karena itu jadikanlah semua murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak, Roh kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan padamu. Dan ketahuilah aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman. Sesuai dengan amanat agung Yesus Kristus ini, gereja bertanggung jawab untuk meningkatkatkan spiritualitas para kaum pemuda. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan rasa spiritulitas tersebut antara lain:

4. J. B. Banawiratma, Spiritualitas Transformatif (Yogyakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm 5

a.      Kebaktian Khusus Bagi Kaum Muda dan Membentuk Paduan Suara
Banyak diantara kaum muda yang mengatakan bahwa acara kebaktian yang dilakukan setiap minggunya tidak cocok lagi bagi para kaum muda. Para kaum muda mengklaim bahwa ibadah yang dilakukan itu hanya berlaku kepada orang tua saja. Tetapi kaum muda menginginkan tetap adanya kebaktian.
Dari pernyataan diatas, dapat diambil kesimpulan, gereja sudah sepantasnya mengadakan kebaktian khusus yang dilakukan bagi kaum muda. Dan untuk menjawab kritik dari para kaum pemuda ini, gereja harus membentuk ibadah khusu bagi kaum muda saja. Membiarkan para kaum muda untuk berexpresi dalam gereja melalui nyanyian-nyanyian rohani yang sesuai dengan selera para kaum pemuda, tetapi tidak mengurangi makna liturgis yang sebenarnya.
b.      Membentuk Paduan Suara atau Persektuan Koor
Demikian halnya dengan koor atau paduan suara yang dibentuk dalam kalangan kaum muda, yang dengan tujuan mendorong mereka untuk datang beribadah dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Pemilihan koor juga menjadi faktor yang harus diperhatikan. Lagu yang akan dinyanyikan juga harus sesuai dengan selera kaum pemuda. Tujuan dibentuknya persekutuan koor bagi kaum pemuda adalah agar setiap kaum pemuda dapat saling mengenal antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga timbul rasa persaudaraan berdasarkan kasih Yesus.
c.       Mengadakan Seminar Bagi Kaum Pemuda
Istilah seminar bukan lagi istilah yang asing didengar. Secara sederhana seminar adalah suatu pertemuan yang diadakan pada hari tertentu untuk membahas suatu masalah. Seminar yang penting dilakukan bagi kalangan kaum pemuda haruslah sesuai dengan keadaan sekarang. Artinya harus sesuai dengan apa yang dihadapi oleh pemuda pada masa kini. Sehingga dapat menyentuh hati dan pikiran, seperti : Penyuluhan tentang HIV/AIDS, penyuluhan tentang narkoba, konseling pastoral, masalah memilih pekerjaan, memilih bakal jodoh, pernikahan, pengembangan talenta. 7




5. Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru (Jakarta: BPK GM, 2006), hlm 12
6. Robert Hardawirjana, Pluralitas dan Pembangunan di Indonesia (Jakarta: BPK GM, 1994), hlm 9
7. J. L. Abieno, Unsur-unsur Liturgy (Jakarta: BPK GM, 2007), hlm 111-112

CONTOH PROPOSAL KARYA TULIS AKHIR


Bagi Temen-temen yang ingin menyusun Karya Tulis Akhir, disini akan saya uraikan bagaimana menyusun proposal Karya Tulis Akhir tersebut. Semoga bermanfaat..Syalommm!!!!!

BAB I
PENDAHULUAN

I.                   Latar Belakang Masalah
Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil dari kegelapan untuk masuk ke dalam Kerajaan Yesus Kristus (Kolose 1:1-13). Lebih dari itu, gereja adalah orang-orang yang dipanggil untuk bersekutu dengan Allah dalam Yesus Kristus (bnd 1 Yoh 1:3). Yesus datang ke dunia ini untuk mendirikan jemaat-Nya dengan menyelamatkannya dengan darahNya (bnd Matius 16:14; Kis 20:28; Efesus 5:25).
Penginjilan merupakan kewajiban semua orang percaya pada umumnya. Gereja menjadi tempat atau wadah untuk pembimbingan berikutnya sehingga orang yang baru bertobat selalu mendapat siraman rohani. Anak-anak  merupakan generasi penerus gereja. Seperti dalam Alkitab dikatakan dalam Mazmur 34:2 “Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan Tuhan akan kuajarkan kepadamu”.
Kemajuan tehnologi sekarang ini nyata dan haruslah diimbangi dengan dasar kerohanian yang kuat dalam diri anak-anak sebagai generasi penerus gereja. Jika anak-anak tidak diberi dasar yang kuat tentang pengenalan akan Allah, bagaimana kehidupan mereka kelak? Hendaklah pemikiran gereja dan orangtua dalam hal berjuang untuk memperebutkan jiwa anak yang telah hilang dan mempertahankan anak-anak yang masih ada dalam lingkaran iman.
Pelayanan gereja, salah satunya Sekolah Minggu berperan penting dalam memenuhi kebutuhan anak. Penulis akan memaparkan beberapa usaha dan peranan yang dilakukan gereja dalam meningkatkan spritualitas anak.[1]

II.                Identifikasi Masalah
Kemajuan yang dicapai manusia dalam teknologi informasi memungkinkan setiap orang untuk memperoleh informasi dengan sangat cepat. Oleh sebab perkembangan dalam bidang teknologi informasi, dunia ini seolah-olah sangat kecil sebab sudah dapat dijangkau oleh informasi dalam waktu sekejap.
Dari pengamatan para ahli, tantangan yang dihadapapi akibat kemajuan teknologi ini akan sangat besar, sekalipun banyak hal-hal positif yang kita peroleh, namun tetap menimbulkan masalah bagi masyarakat umum.[2]
Hampir semua orang tua, pemuda, remaja dan anak-anak terkena dampak dari majunya teknologi ini. Secara khusus kepada anak-anak yang dengan mudahnya untuk mengakses informasi. Jika anak-anak tidak tidak mendapat bimbingan dari orang tua maka anak akan dengan mudah untuk mengakses seluruh informasi dan fitur-fitur yang ada di dalamnya sehingga dapat mempengaruhi perkembangan anak.[3]
Penulis akan memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, pada zaman era globalisasi saat ini, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi anak, oleh sebab itu  penulis akan mencoba memaparkan faktor apa yang mempengaruhi perkembangan anak. Beberapa faktor tersebut ialah sebagai berikut:
1. Media Elektronik
A. Televisi
Menonton televisi merupakan hiburan dan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak. Terutama flim kartun mambuat anak menjadi sering menonton dan anak akan terganggu untuk pergi beribadah. Banyak film kartun yang sebenarnya tidak layak ditonton oleh anak-anak kerena mengandung unsur-unsur seksualitas ataupun kekerasan fisik. Dan banyak tayangan-tayangan yang tidak dapat untuk ditonton anak-anak, Misalnya perkelahian, dan flim dewasa. Tayangan semacam ini sangat mempengaruhi perilaku anak apalagi jika anak tidak di awasi dalam menonton.
            Sering sekali, saat ini televisi sudah berubah fungsi. Televisi bukan lagi sekadar tontonan melainkan sudah menjadi pengasuh anak-anak. Menurut buku Edy Sulistyono mengatakan bahwa banyak orangtua yang kurang menyadari dampak buruk yang terjadi jika melakukan demikian (Asal Anak Tenang dan Diam).
            Televisi tidak dapat disalahkan karena eksistensinya. Yang perlu diubah adalah ragam tayangannya. Di samping ragam acara, badan sensor pertelevisian harus lebih ketat menyaring acara yang baik dan mengandung unsur pendidikan bagi anak. Televisi juga jika di lihat dari sisi positifnya bahwa televisi juga sebagai salah satu media komunikasi, jika kita dapat memilah-milah tayangan yang baik bagi anak.
Hal yang terpenting adalah adanya pembatasan waktu agar anak dapat belajar dan melakukan kegiatan yang lain. Dengan demikian, diharapkan anak-anak akan bertumbuh dengan moralitas yang baik di tengah terpaan kemajuan teknologi.

B.  Internet
            Internet merupakan satu bentuk perkembangan teknologi yang berkembang pesat saat ini. Perkembangan ini dapat dilihat dengan menjamurnya tempat untuk berinternet  atau warung internet. Dan mungkin para pengelola warnet berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumennya agar nyaman berada di tempat tersebut.
            Internet sering sekali ditemukan di sekolah-sekolah. Dengan tujuan adalah para siswa dapat mengenal dan menggunakannya untuk mencari informasi yang terkait dengan tugas sekolah. Namun, tentu saja tidak tertutup kemungkinan adanya hal negative yang mengiringinya, seperti pornografi, penipuan, kartu kredit, dan beberapa contoh lain seperti yang sering diangkat oleh media.
             Menurut penulis bahwa mengajarkan internet untuk anak-anak usia enam sampai dua belas tahun bukanlah hal yang terlalu dini. Materi internet untuk anak  dalam segala usia telah tersedia lengkap. Dengan mengajarkan internet pada anak, misalnya dengan membiasakan anak mencari informasi melalui internet atau memanfaatkan email sebagai media komunikasi, sedikit banyak dapat menumbuhkan satu hal positif dalam pemikiran anak.
            Jadi sebenarnya, ketakutan untuk mengajarkan internet pada anak adalah sesuatu yang tidak perlu terjadi. Hal yang terpenting adalah bimbingan yang tepat untuk anak. Internet mempunyai dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, internet dapat mengembangkan wawasan anak. Di sisi lain, internet dapat juga menjadi penghancur kehidupan anak jika anak tidak mendapat bimbingan dari orangtua.

2. Media Cetak
A. Buku dan Komik
Masa anak-anak adalah masa perkembangan dalam berfikir dan bertindak. Sering kali anak-anak bahkan tidak berfikir panjang dalam melakukan segala sesuatu. Tidak mudah untuk membuat mereka menyukai buku pelajaran atau pengetahuan jika sudah terbiasa dengan komik. Dengan hal itu, anak akan mengikuti cerita komik yang digemari oleh temannya karena tidak mau dikatakan ketinggalan zaman.
            Komik dan buku pelajaran identik dengan anak sekolah. Bahkan bagi beberapa anak sekolah, buku-buku seperti sudah mendarah daging. Komik lebih identik dengan anak-anak usia Sekolah Dasar, sekalipun beberapa remaja bahkan kaum dewasa juga membacanya. Alasan terbesarnya adalah komik mudah dicerna oleh anak-anak karena penuh dengan gambar-gambar yang menarik. Sebagian besar anak Sekolah Dasar lebih banyak membaca komik di rumah sedangkan remaja cenderung membacanya di sekolah.
            Berada di sekolah selam 6-7 jam tentunya terkadang anak akan merasa penat. Salah satu cara untuk menghilangkan kepenatan mereka adalah membaca komik. Rata-rata kebiasaan membaca komik dari kecil akan terbawa sampai remaja.
            Ada orang berpendapat bahwa membaca komik untuk melepas penat bukanlah masalah. Namun, jika anak sering melarikan diri dari rasa penat dengan membaca komik, tidak mustahil anak tersebut akan melupakan menu utama membaca buku pelajaran. Selain itu, anak yang gemar membaca komik biasanya akan cenderung menyendiri dan jarang bergaul. Karena anak yang sudah kecanduan membaca komik, biasanya lebih sering menyendiri. Anak juga akan menghabiskan banyak waktunya di kamar atau tempat sepi agar dapat membaca komik dengan tenang tanpa gangguan.
            Secara tidak langsung komik juga akan mempengaruhi karakter anak. Komik yang mendidik dapat membuat anak menjadi lebih baik karakternya. Hal yang paling membahayakan adalah kebiasaan anak untuk membaca komik yang mengandung unsur kekerasan maupun hal-hal yang sebenarnya hanya layak dibaca orang dewasa.


3. Media Games
            Playstation dan game online merupakan hasil perkembangan teknologi di bidang multimedia. Karena fungsinya yang begitu kompleks, multimedia juga banyak dikembangkan untuk permainan atau yang disebut game multimedia. Keberadaan multimedia sama dengan internet, bukan saja berada di kota besar, melainkan tersebar di kota kecil dan peminatnya juga cukup banyak, terkhusus pada kaum anak-anak pada saat ini mempunyai minat yang sangat besar dalam permainan games multimedia.
            Sering sekali pada zaman sekarang ini, anak-anak lebih banyak waktunya untuk bermain di warnet, dan bentuk permainannya adalah video game dan playstation, tentu ini akan berpengaruh bagi kehidupan anak-anak. Dan ada juga pengaruh lainnya, jika anak sudah bermain video game anak-anak jadi malas untuk pergi atau bergaul dengan temannya. Pada saat ini, banyak permainan yang dilakukan anak-anak melalui multimedia dan melalui video game, seperti permainan petak umpet mereka bermain melalui video game dan play station. Tentu hal ini membawa pengaruh  besar terhadap anak-anak.[4]
Menurut pemahaman buku Edy Sulistyono, Lembaga penelitian Nasional Institute on Medic and family mengeluarkan peringatan bahwa ada beberapa jenis game yang berbahaya bagi anak-anak, yaitu:
1.         Blit 2: The Leuge II
Game ini adalah olahraga football yang mengandung unsur kekerasan fisik, mengingat football bukanlah jenis permainan bagi anak-anak. Hal yang paling ditakutkan mengenai permainan ini adalah pengaruhnya bagi perkembangan emosi anak, dan anak akan tidak tertutup jika anak memainkan game ini, maka anak akan menjadi temperamental.
2.         Dead Space
Ini adalah Game horror. Karakter utama yang dimainkan harus berkelahi dengan monster, dan hal ini dapat mengakibatkan anak menjadi rasa takut dan gelisah dalam melakukan sesuatu.
3.         Fallout 3
Game role-playing. Permainan ini sering mengakibatkan kekerasan. Dampak kepada anak yaitu anak akan mengalami kehancuran di dalam kehidupan anak.
4.         Far Car 2
Game ini menunjukkan pertempuran di sebuah desa. Dalamnya terdapat adegann saat pemain menggunakan perahu melakukan zig-zag melewati jurang. Jika hal ini sering dimainkan anak-anak maka anak-anak memunculkan pandangan tentang nilai keberanian yang salah. Besar kemungkinan saat dewasa kelak, anak akan mengendarai kendaraan dengan metode zig-zag tanpa berfikir kemungkinan ada jurang. Tentu keberanian semacam ini adalah keberanian sembrono yang harus dihindari.
            Ke-empat permainan tersebut adalah beberapa permainan yang harus diwaspadai oleh orangtua, supaya perkembangan anak dapat menjadi lebih baik dan spritualitas anak dapat utuh dan tidak akan meerosot oleh kecanggihan zaman sekarang ini.

4. Melalui Lingkungan
            Pada umumnya manusia pasti membutuhkan kebebasan dalam hidupnya. Hal ini juga pada anak-anak, kenapa kebebasan itu dibutuhkan setiap manusia? Karena kebebasan itu merupakan hak bagi setiap orang. Secara khusus bagi setiap anak, kebebasan itu tidak hanya ada di dalam keluarga  tetapi juga ada di tengah-tengah lingkungan di luar dari keluarga itu sendiri. Kebebasan yang dialami oleh anak-anak sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan anak secara fisik dan intelektual. Oleh karena itulah kebebasan pada lingkungan yang ditempati anak sangat mempengaruhi  perkembangan kepribadian anak. Potensi atau bakat pada diri anak bisa berkembang pada lingkungannya karena apa yang dilihat di lingkungan, itu bisa menimbulkan inspirasi tersendiri bagi anak tersebut untuk mengembangkan bakat tersebut.
            Lingkungan yang dapat mengembangkan kepribadian anak haruslah lingkungan yang dapat membawa anak kearah yang lebih baik, karena apabila lingkungan yang tidak baik, maka perkembangan anakpun tidak baik. Pada umumnya anak bisa belajar dari lingkungan mulai dari sejak lahir, artinya sejak lahir anak sudah mulai menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan yang ditempatinya. Contohnya : Apabila tempat itu baik, bersih, indah, maka hasil yang dapat dihidupi anak akan lebih baik, bersih, indah dan anak akan terbiasa dengan lingkungan yang baik serta kepribadiannya akan lebih baik. Dan sebaliknya, apabila lingkungan itu tidak memiliki kerapian, kebersihan, serta keindahan maka anak yang tinggal di dalamnya pun akan hidup di dalam kegelisahan dan akan terbiasa dengan lingkungan yang kotor.
            Proses-proses perkembangan anak dalam lingkungan ini biasanya bertahap-tahap. Mulai dari sejak dini, proses perkembangan itu selalu berubah-ubah. Dan pada umur empat tahun anak-anak sangat lazim untuk keluar dan pergi kemana-mana untuk mencari teman-teman yang baru, menghabiskan waktu, mengembangkan bakat, mempelajari banyak hal-hal yang baru yang menggairahkan dan memberi semangat bagi anak dalam meningkatkan keinginan anak. Oleh sebab itu anak tidak bisa di didik hanya dalam rumah saja, tetapi juga mengembangkan kepribadian anak dalam lingkungan.
            Apabila anak  hanya dibina dan dikembangkan di dalam rumah maka peningkatan pemikirannya pun akan sangat terbatas dan berkpribadian kurang mantap. Contohnya: apabila anak di dalam rumah saja, yang terjadi adalah kemanjaan, mudah menangis, menuntut hal-hal yang luar biasa, tidak mudah bergaul dengan orang lain diluar keluarganya.[5]
Dengan demikian, sebaiknya orangtua berperan aktif dalam membimbing anak kearah yang lebih baik terutama dalam zaman yang semakin maju sekarang ini. Meskipun banyak pergumulan hidup orangtua, mereka harus membina spiritual anak mereka dengan baik yaitu dengan menyuruh mereka ke gereja dan menyuruh tanpa memberikan sesuatu tekanan kepada anak untuk mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh gereja.

III. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya ruang lingkup masalah maka dirasakan perlu menentukan batasan permasalahan agar tetap fokus pada topik permasalahannya. Di atas penulis telah memaparkan apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Penulis tidak mau keluar dari topik yang telah diuraikan di atas.
Disamping itu penulis juga akan melakukan penelitian ke salah satu gereja HKBP sebagai lampiran Tulisan ini. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pencerahan ataupun memberikan suatu gagasan atas permasalahan yang terjadi terhadap anak dalam lingkungan masyarakat. Di bawah ini penulis akan menguraikan manfaatnya bagi lembaga, diri pribadi dan bagi orang lain.






[1]  R.J.Porter, Katekisasi Masa Kini, Yayasan Komunikasi Bina Kasih (YKBK, Jakarta)  hal. 151
[2] Jamilin Sirait, “Terpanggil Untuk Memperbaharui”, (Pematang Siantar : L-SIRANA), hlm 24
[3] Ibid, Jamilin Sirait, hlm 21
[4] Paul Gunadi, Televisi, Video Game dan Anak, (Malang : Literatur SAAT, 2010) , hlm. 20-24
[5] Singgih. D. Gunarsa, Psikologi Untuk Membimbing, ( Jakarta: BPK-GM, 1998), hlm. 37-38
http://salsacra.blogspot.com/"ContohProposal"